MAKALAH ILMU HUKUM - ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KAIDAH HUKUM
Makalah : Ilmu Hukum
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KAIDAH HUKUM
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : FADHLURRAHMAN
HASAN
NIM : 150104082
JURUSAN : HUKUM
PIDANA ISLAM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas segala limpahan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Shalawat serta dalam
semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta
seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu perjuangan beliau dalam
menegakkan Dinullah di muka ini.
Dalam penulisan ini,
tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil.
Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada hingga
kepada rekan dan teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang
konstruksif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.
Hanya kepada Allah SWT
kita kembalikan semua urusan dan semoga makalahg ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah
meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin.
Banda Aceh, November
2015
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Pengertian Ilmu
Hukum.................................................................. 3
B. Ilmu Hukum Sebagai
Ilmu Kaidah................................................. 3
C. Kaidah Hukum Abstrak
dan Konkret............................................. 6
D. Isi, Sifat dan
Kaidah Hukum.......................................................... 9
E. Perumusan Kaidah
Hukum........................................................... 10
F. Tugas Kaidah Hukum................................................................... 12
G. Esensi Kaidah Hukum.................................................................. 12
H. Wujud dan Tanda
Kaidah Hukum................................................ 13
I. Keberlakuan Yuridis,
Filosofis dan Sosiologi............................... 14
BAB III PENUTUP......................................................................................... 16
A. Kesimpulan .................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya
waktu dan perkembangan zaman, kebudayaan manusia mengalami perkembangan
pula. Termasuk perkembangan Hukum. Peradaban yang semakin berkembang membuat kehidupan
manusia sangat membutuhkan aturan yang dapat membatasi prilaku manusia sendiri
yang telah banyak menyimpang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia yang
semakin maju.
Aturan atau hukum
tersebut mengalami perubahan dan terus mengalami perubahan yang
disesuaikan dengan kemajuan zaman. Untuk itu, suatu negara hukum sangat perlu
mengadakan pembangunan terutama di bidang hukum. Mengenai pembangunan
hukum ini tidaklah mudah dilakukan. Hal ini disebabkan pembangunan hukum
tersebut tidak boleh bertentangan dengan tertib hukum yang lain.
Dengan
keputusan Menteri P dan K Nomor 0198/U/1972 tanggal 30 Desember 1072 telah
ditetapkan pedoman mengenai kurikulum minimal fakultas hukum negeri maupun
swasta di Indonesia. Dan sebagai tindak lanjut dari keputusan menteri tersebut,
sub-konsorsium ilmu hukum Departemen P dan K dalam bulan Maret 1973 telah
berhasil menyusun pedoman silabus minimal tiap-tiap mata kuliah pada fakultas
hukum di Indonesia yang berjudul Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kaedah Hukum.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Apa
pengertian ilmu hukum?
2. Bagaimana
ilmu hukum sebagai ilmu kaidah?
3. Bagaimana kaidah
hukum abstrak dan kaidah hukum konkret?
4. Apa saja
yang termasuk dari isi, sifat dari kaidah hukum?
5. Bagaimana perumusan
kaidah hukum?
6. Apa tugas
dari kaidah hukum?
7. Bagaimana
esensi kaidah hukum?
8. Apa tanda
dan wujud dari kaidah hukum?
9.
Apa yang memberlakukan yuridis,
filosofi dan sosiologi terhadap kaidah hukum?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini
yaitu agar kita semua dapat mengetahui dan memahami bagaimana pengertian ilmu
hukum tentang ilmu pendekatan, kaidah, dan pengertian, sehingga kita dapat
mengambil kesimpulan juga menerapkan ilmunya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Hukum
Menurut Satjipto Rahardjo Ilmu hukum
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan
membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya
hukum itu sendiri[1].
Demikian luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing
pendapat orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa ditentukan”
(Curzon, 1979 : v).
Selanjutnya menurut J.B. Daliyo Ilmu
hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. Dengan demikian maka ilmu
hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai hukum, misalnya mengenai asal
mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan,
fungsi dan kedudukan hukum di dalam masyarakat. Ilmu hukum sebagai ilmu yang
mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau fenomena
kehidupan manusia dimanapun didunia ini dari masa kapanpun. Seorang yang
berkeinginan mengetahui hukum secara mendalam sangat perlu mempelajari hukum
itu dari lahir, tumbuh dan berkembangnya dari masa ke masa sehingga sejarah
hukum besar perannya dalam hal tersebut.
B. Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kaidah
Ilmu hukum
dalam ilmu tentang kaidah hukum ialah suatu cabang atau bagian dari ilmu hukum
yang khusus mengajarkan pada kita perihal kaidah hukum dan segala seluk-beluk
yang bertalian di dalamnya. Misalkan perumusan, pembagian menurut macam, wujud,
sifat, esensi, eksistensi, tujuan dan sebagainya[2].
Manusia adalah makhluk
sosial atau zoon Politicon, kata Aristoteles. Sebagai makhluk sosial selalu
ingin hidup berkelompok, hidup bermasyarakat. Keinginan itu didorong oleh
kebutuhan biologis.
Dalam kehidupan
bermasyarakat tersebut manusia mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Untuk
itu diperlukan hubungan atau kontak antara anggota masyarakat dalam rangka
mencapai tujuannya dan melindungi kepentingannya.
Sebagai pribadi manusia
yang pada dasarnya dapat bebuat menurut kehendaknya secara bebas. Akan tetapi
dalam kehidupan masyarakat, kebebasan tersebut dibatasi oleh
ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah
yang mengatur tingkah laku dan sikap tindak mereka. Dengan demikian
kaidah atau norma adalah ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat.
Kaidah sendiri berasal dar bahasa Arab dan norma berasal dari bahasa Latin yang
berarti ukuran[3].
1.
Kaidah Sosialadalah kaidah yang paling tua dan asli,
juga terdapat di dalam sanubari manusia sendiri, karena manusia adalah makhluk
bermoral, tanpa melihat kebangsaan atau masyarakat : “Tidak mengindahkan
norma susila berarti a susila”.
Norma susila dapat dikatakan peraturan-peraturan hidup yang berasal dari
hati nurani manusia. Ia menentukan perbuatan mana yang baik mana yang buruk,
berdasarkan bisikan suara hatinya. Norma susila yang mendorong manusia untuk
kebaikan akhlak pribadinya guna menyempurnakan manusia itu sendiri.
Kaidah susila melarang manusia untuk berbuat cabul, mencuri, membunuh dan
lain-lain, karena hal itu bertentangan dengan kaidah kesusilaan yang ada di
dalam hati nurani manusia yang normal. Pelanggaran atas norma susila ialah
pelanggaran perasaannya sendiri. Akibatnya atau sanksinya adalah penyesalan.
2.
Kaidah Kesopanan adalah ketentuan-ketentuan hidup yang
timbul dari pergaulan dalam masyarakat. Norma kesopanan dasarnya adalah
kepantasan, kebiasaan dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Karena itu
norma kesopanan disebut sebagai norma sopan santun, tata krama atau adat
istiadat.
Jadi norma kesopanan timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk
mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat
menghormati.
Pelanggaran atas norma kesopanan menimbulkan celaan dari sesamanya. Celaan
inti dapat berupa kata-kata atau celaan itu berupa kebencian, pandangan rendah
orang sekitarnya, sampai si pelakunya di jauhi dalam pergaulan.
Sikap tersebut menimbulkan rasa malu, hina, kehilangan sesuatu, dikucilkan
sehingga merasakan penderitaan batin yang dapat dikatakan merupakan sanksi
hukuman.
3.
Kaidah Agama atau Kaidah Kepercayaan adalah norma
agama yang berpangkal pada kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Norma agama
dianggap sebagai ketentuan dari tuan. Jadi norma agama atau kepercayaan adalah
nora sosial yang aslinya dari Tuhan yang isinya larangan, perintah-perintah dan
ajaran.
Norma agama merupakan ketentuan hidup manusia ke arah yang baik dan benar.
Ia mengatur kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan. Akibatnya atau sanksinya
datang dari Tuhan di akhirat nanti.
4.
Kaidah Hukum ketiga kaidah sosial, kesopanan, dan
agama belum cukup menjamin tata tertib di dalam masyarakat, pergaulan hidup
bermasyarakat karena tidak adanya ancaman yang cukup di rasakan sebagai paksaan
dari luar. Oleh karena itu diperlukan norma hukum yang mempunyai sifat memaksa
untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidupnya di masyarakat.
Sifat yang nampak pada norma hukum adalah : adanya paksaan dari luar (sanksi)
dari penguasa yang bertugas, dan sifat Undang-Undang yang berlaku bagi siapa
saja.
C.
Kaidah Hukum Abstrak dan Konkret
Dari
sudut daya cakup maupun hierarki, kaedah hukum meliputi kaedah hukum abstrak
atau umum dan kaedah hukum konkrit atau individual. Menurut Hans Kelsen, tata kaedah
hukum dari suatu negara itu merupakan suatu sistem kaedah-kaedah sederhana
dapatlah diuraikan sebagai berikut : tingkat paling bawah dari tata kaedah
tersebut terdiri dari kaedah-kaedahindividual yang dibentuk oleh badan-badan pelaksana
hukum, khususnya pengadilan.Kaedah-kaedah individual tersebut senantiasa tergantung
dari undang-undang yang merupakan kaedah-kaedah umum yang dibentuk oleh badan
legislatif, dan hukum kebiasaan yang merupakan tingkatan lebih tinggi. Undang-undang
dan hukum kebiasaan tersebut tergantung pada konstitusiyang merupakan tingkat
tertinggidari tata kaedah hukum yang dianggap sebagai suatu
sistem kaedah-kaedah positif[4].
Sahnya
kaedah.
Kaedahyang lebih rendah
senantiasa tergantung atau didasarkan pada kaedah-kaedah yang lebih tinggi pada tingkat tertib
hukum nasional (national legal order), konstitusi menduduki tempat yang paling
tinggi. Jadi dalam tertib hukum nasional negara kita, Undang-undang Dasar 1945
merupakan kaedah
hukum yang tertinggi, sehingga segala bentuk perundang-undangan yang ada seharusnya
merupakan pencerminan jiwa dan asas-asas yang terkandung dalam Undang-undang
Dasar 1945. Konsekuensi dari ajaran Hans Kelsen tersebutlah bahwa setiap bentuk
perundang-undangan yang tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 seharusnya
dinyatakan tidak berlaku atau dicabut, setelah melalui suatu proses pengujianmelaluiMahkamahKonstitusi
( Psl. 24 C UUD45)
Pengujian
terhadap peraturan perundang-undangan yang menyangkut isinya dinamakan
pengujian secara material (meteriele toetsingsrecht). Sedangkan pengujianyang
menyangkut tentang tata cara pembuatannya dinamakan pengujian secara formal
(formeele toetsingsrecht).
Menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang no.14 tahun 1970). Pengujian secara
material terhadap perundang-undangan di Indonesia hanya dimungkinkan terhadap
peraturan-peraturan yang derajatnya lebih rendah dari undang-undang. Hal
tersebut dapat di baca dalam pasal 26 ayat (1) Undang-undang no.14 tahun 1970
tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi sebagai berikut[5] :
“Mahkamah Agung berwenang, untuk menyatakan tidak sah semua
perundangan dari tingkat yang lebih rendah dari undang-undang atas alasan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.
Kamudian ayat (2)
dari undang-undang tersebut menambahkan bahwa :
“Putusan tentang
pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-undangan tersebut dapat diambil
berhubung dengan pemeriksaan tingkat kasasi. Pencabutan dari peraturan
perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah tersebut, dilakukan oleh instansi
yang bersangkutan”.
Konstitusi
sebagai kaidah hukum positif merupakan kaidah hukum tertinggi yang tidak
tergantung pada suatu bentuk kaidah hukum positif, tetapi ditentukan oleh suatu
kaedah yang dirumuskan oleh pemikiran yuridis yang merupakan kaidah dasar yang
hipotetis.
Kaedah hukum konkrit
atau kaedah
hukum individual dapat dijelaskan dengan beberapacontoh dibawah ini[6] :
1. Seseorang telah melakukan perbuatan yang
diancam oleh ketentuan hukum pidana yang berlaku, misalnya mencuri.
Melakukan
pencurian diancam pidana
oleh ketentuan pasal 362 KUHP. Jika orang tersebut terbukti memenuhi unsur-unsur yang
disebutkan dalam pasal yang bersangkutan, maka hukuman dapat dijatuhkan oleh
Pengadilan. Keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman terhadap orang
tersebut merupakan kaedah hukum konkrit yang khusus ditujukan
kepadaorang tertentu, yakni si pelaku. Hal ini berbeda dengan ketentuan yang
dipakai sebagai dasar untuk penjatuhan hukuman yang merupakan kaedah hukum
abstrak yang berlaku umum, artinya berlaku bagi siapa saja yang memenuhi
rumusan pasal tersebut.
2. Kaedah hukum konkrit tidak selalu berasal
dari badan peradilan yang berupa keputusan tertentu, tetapi dapat pula berasal
dari badan pemerintahan(bestuur),misalnya berbagaiijin yang dikeluarkan badan
yang berwenang pada orang-orang tertentu untuk dapat melakukan suatu kegiatan
tertentu.
Contohnya
adalahijin
yang dikeluarkan untuk melakukan impor/ekspor barang-barangtertentu, ijin untuk
mendirikan bangunan,ijin mengemudikan kendaraan bermotor dan berbagai ijin yang
lain. Berbag·ai ijin yang dikeluarkan oleh “bestuur” tersebut juga merupakan
kaidah-kaidah hukum konkrit/individual.
D.
Isi, Sifat dan Kaidah Hukum
Ditinjau dari segi isinya kaidah
hukum dapat dibagi menjadi tiga[7]:
1.
Berisi
tentang perintah, artinya kaidah hukum tersebut mau tidak mau harus dijalankan
atau ditaati, misalnya ketentuan syarat sahnya suatu perkawinan, ketentuan
wajib pajak dsb.
2.
Berisi
larangan, yaitu ketentuan yang menghendaki suatu perbuatan tidak boleh
dilakukan misalnya dilarang mengambil barang milik orang lain, dilarang
bersetubuh dengan wanita yang belum dinikahi secara sah dsb.
3.
Berisi
perkenan, yaitu ketentuan yang tidak mengandung perintah dan larangan melainkan
suatu pilihan boleh digunakan atau tidak, namun bila digunakan akan mengikat
bagi yang menggunakannya, misalnya mengenai perjanjian perkawinan, pada waktu
atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan
bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai
pencatat perkawinan. Ketentuan ini boleh dilakukan boleh juga tidak
dilaksanakan.
Sedangkan sifat kaidah hukum ada 2 macam
:
1.
Imperatif yaitu
suatu kaidah hukum dalam keadaan berbuat tidak dapat dikesampingkan. Sifat :
mengikat atau memaksa
2.
Facultative yaitu
suatu kaidah hukum yang dalam keadaan konkret dapat dikesampingkan dengan
perjanjian oleh para pihak. Sifatnya mengatur/menambah.
E.
Perumusan Kaidah Hukum
Kaedah hukum sebagai
bagian dari tata kaedah
yang mengatur aspek hidup antar pribadi bertujuan untuk mencapai kedamaian
hidup bersama. Seperti halnya dengan kaedah-kaedah yang lain, kaedah hukum juga
mematoki atau memberi pedoman, di samping sifat membatasi, perilaku/sikap
tindak pribadi dalam hubungannya dengan pribadi lain. Supaya pedoman tersebut
dapat dimengerti, maka kaedah hukum perlu dirumuskan sedemikian
rupa sehingga dengan rumusan-rumusan tersebut selanjutnya dapat dijadikan
pedoman bersama.
a.
Pandangan hipotetis
atau bersyarat, (“hypothetical
judment”')
Suatu kaedah hukum digolongkan ke dalam
pandangan hipotetisbilamana perumusan kaedah tersebut menunjuk adanya hubungan
antara suatu kondisi tertentu dengan konsekuensi tertentu. Berbagai ketentuan
dalam undang-undang pidana menunjukkan adanya hubungan tersebut. Sebagai contoh
dapat dibaca bunyi pasal-pasal, dalam KUHP, misalnya :
Pasal 362.
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau denda paling banyak sembilan ratusrupiah”.
b.
Pandangan katagoris
(“catagorical judment”).
Dari
berbagai pasal undang-undang dapat ditemukan adanya pasal-pasal yang tidak
menunjukkan hubungan kondisi dan konsekuensi. Pasal-pasal seperti itu termasuk
dalam pandangan kategoris contohnya seperti :
1)
Pasal 10 KUHP, Pidana terdiri dari :
a) Pidana pokok.
-
pidana mati;
-
pidana penjara;
-
pidana kurungan;
-
pidana denda;
b) Pidana Tambahan.
-
pencabutan hak-hak
tertentu;
-
perampasan
barang-barang tertentu;
-
pengumuman putusan
hakim.
2)
Pasal 3 ayat(1)
Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Pada
asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri.
Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”.
F.
Tugas Kaidah Hukum
Tujuan
kaidah hukum adalah kedamaian. Yang dimaksud kedamaian adalah suatu keadaan
dimana terdapat keserasian antara (nilai) ketertiban ekstren antar pribadi
dengan nilai ketentraman/ ketenangan intern pribadi. Sedangkan tugas kaidah
hukum adalah untuk mencapai keadilan. Yang dimaksud keadilan adalah keserasian
antara(nilai) kepastian hukum dengan (nilai) kesebandingan hukum[9].
Hubungan
antara tugas dan tujuan hukum adalah bahwa pemberian nilai kepastian hokum akan
mengarah kepada ketertiban ekstren pribadi sedangkan pemberian kesebandingan
hukum akan mengarah kepada ketentraman/ketenangan intern pribadi.
G.
Esensi Kaidah Hukum
Esensialia
kaidah hukum adalah membatasi atau mematoki bukan memaksa, sebab hukum itu
sendiri dapat dilanggar dan tidak dapat melakukan paksaan. Yang mengadakan
paksaan itu adalah diri sendiri ( karena adanya kesadaran hukum) dan orang lain
( petugas hukum)[10].
Tidak
ada kaidah hukum yang memaksa. Melainkan kaidah hukum tersebut dapat
menimbulkan adanya paksaan, dengan kata lain sifat memaksa bukan esensil dari
kaidah hukum.
H.
Wujud dan Tanda Kaidah Hukum
Kaidah
hukum merupakan pandangan hukum tentang bagaimana seharusnya orang berprilaku
dan bersikap tindak menurut hukum. Jadi sifatnya abstrak dan ideal ( das sollen
= apa yang seharusnya).[11]
Pernyataan
kaidah hukum telah menyangkur kaidah hukum didalam kenyataan riel, yang
merupakan perwujudan hukum. Disini kita berbicara masalah kenyataan hukum jadi
sifatnya riel ( das sein = apa yang senyatanya).
Tentang
hubungan antara kedua macam pernyataan kaidah hukum ( saat terjadinya
pernyataan kaidah hukum).
a. HANS KELSEN : Penyataan kaidah hukum umum
mendahului pernyataan kaidah hukum individual.
b. TER HAAR : Penyataan kaidah individuil
menyimpulkan penyataan kaidah hukum umum.
Tentang hubungan
antara penyataan kaidah hukum dengan kebiasaan.
a. LOGEMAN : Penyataan kaidah hukum diikuti
oleh kebiasaan.
b. TER HAAR : kebiasaan mendahului penyataan
kaidah hukum
Tentang sifat penyataan
kaidah hukum, ada 2 yaitu:
a.
konstruktif/
kreatif, yaitu penyataan kaidah hukum yang langsung maupun tidak langsung,
merupakan penyataan kaidah hukum individuil sekaligus penyataan kaidah hukum
umum
b.
Eksekutif, yaitu
penyataan kaidah hukum dimana pentataan kaidah hukum individual yang berdasarkan
kaidah hukum umum.
Tanda-Tanda Penyataan Kaidah Hukum
1.
Berwujud :
a. Bahan-bahan resmi tertulis ( Per-UU-an,
vonis, akta/surat otentik,dsb)
b. Rambu-rambu lalu lintas
c. Benda-benda
d. Kebiasaan ( kebiasaan memberi tip)
2.
Tidak berwujud :
a. bunyi suara
b. hikmat kata-kata
c. perintah-perintah lisan
I.
Keberlakuan Yuridis, Filosofis dan Sosiologi
1. Yuridis :
a. Hans Kelsen : berhubungan dengan stufen
thorie “bahwa hukum merupakan susunan kaedah” (yang harus Hirarekie)
b. Zevenbergern
: “bahwa suatu tata kaedah hukum Menurut terbentuk menurut cara ditetapkan
(pasal 5 UUD `45Radbruch) dari
segi sasaran
c. Logeman : merupakan hubungan sebab dan akibat
(Menghubungkan Peristiwa Hukum dengan Akibat Hukum) sifatnya memaksa
2.
Sosiologis : berlakunya
kaedah hukum adalah efektivitas dari
kaedah hukum tersebut
a. Teori Kekuasaan : dapat dipaksakan oleh
penguasa (Power Theori (Gustav Raddbrucl)
b. Teori Pengakuan : Kaedah Hukum berlaku
karena penerimaan (pengakuan)
3.
Filosofis : Kaedah Hukum
harus sesuai dengan cita- cita hukum
sebagai nilai-nilai positif (Pancasila)
KeberlakuankaedahhukumdarisegilandasanmenurutLogeman[12]:
1. Lingkuplakuwilayah
(tempatterjadiperistiwahukum).
2. Lingkuplakupribadi
(apaperandarimasing-masingpribadi).
3. Lingkuplakumasa
(waktu) berhubungandenganjangkawaktu.
4. Lingkuplakuihwalberhubungandenganobjekataubenda.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa ilmu hukum adalah suatu
pengetahuan yang obyeknya adalah hukum dan yang khusus mengajarkan perihal hukum
dalam segala bentuk dan manifestasinya. Ilmu hukum sebagai ilmu kaidah, ilmu
hukum sebagai ilmu pengertian dan ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan.
Ilmu hukum sebagai ilmu kaidah yang
di dalamnya mencakup kaidah sosial, kaidah kesopanan, kaidah agama, dan kaidah
hukum.
Ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan
yang di dalamnya mencakup antropologi hukum, sosiologi hukum, psikologi hukum,
sejarah hukum, dan perbandingan hukum.
Sedangkan ilmu hukum sebagai ilmu
pengertian yang di dalamnya mencakup sebyek hukum, obyek hukum, peristiwa
hukum, hubungan hukum, perbuatan hukum atau bukan perbuatan hukum dan akibat
hukum, dan yang terakhir adalah masyarakat hukum.
B. Saran
Pada dasarnya manusia itu
membutuhkan peraturan hidup dan ingin ditata antara satu dengan yang lain
supaya tidak ada perselisihan serta agar kehidupannya menjadi aman, tentram dan
damai. Dan manusia kalau bersifat individualistis maka malah akan menimbulkan
perselisihan selamanya, oleh karena itu kita harus menyesuaikan diri supaya
tidak terjadi pertikaian sesama dalam masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, 2010, Perihal
Undang-Undang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Bakir, Herman, 2005, Kastil Teori
Hukum, PT Indeks Kelompok Gramedia Anggota IKAPI.
Darmodiharjo, Darji & Shidarta,
2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Habib Abji, 2009. “Hukum”, diakses dari http://hukum-hukumkeseluruhan.blogspot.co.id/2009/04/isi-dan-sifat-kaidah-hukum.html, pada tanggal
28 November 2015 pukul 10.47
Huda, Ni’Matul, 2011, Hukum Tata
Negara Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Huda, Ni’Matul, 2011, Hukum Tata
Negara Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Kuliahade’s Blog, 2010, Teori Dan
Hukum Perundang-Undangan: Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, (30 Maret
2010), kuliahade.wordpress.com
R. Soeroso.
2011. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Sibuea, Hotma P., 2010, Asas Negara
Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik,
Erlangga, Jakarta
JIKA ARTIKEL ATAU MAKALAH TIDAK BISA DI COPY KLIK LINK DIBAWAH INI
Link :dowload1
[1]Soedjono Dirdjosisworo, SH. Dr.
“Pengantar Ilmu Hukum” Rajagrafindo, Jakarta, 2005, hlm. 31
[2]Sibuea, Hotma P.Asas Negara
Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik,
Erlangga, Jakarta, 2010, hlm, 40.
[3] Ibid.,
[4]R. Soeroso.
Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2010, hlm, 20
[5]Huda, Ni’Matul, Hukum Tata
Negara Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 21.
[6] Ibid.,
[7] Habib Abji, “Hukum”, diakses
dari http://hukum-hukumkeseluruhan.blogspot.co.id/2009/04/isi-dan-sifat-kaidah-hukum.html, pada tanggal 28 November 2015
pukul 10.47
[8]Bakir, Herman, Kastil Teori Hukum, PT Indeks Kelompok
Gramedia Anggota IKAPI, 2005, hlm. 20
[9]Darmodiharjo, Darji & Shidarta, Pokok-Pokok
Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hlm. 45
[10] Ibid.,
[11]Asshiddiqie, Jimly , Perihal Undang-Undang, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 20.
[12] Kuliahade’s Blog, 2010, Teori
Dan Hukum Perundang-Undangan: Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik,
diakses dari kuliahade.wordpress.com, pada tanggal 28 November 2015 pukul 11.00
Peduli adalah solusi klik. https://goo.gl/yyV72F
ReplyDelete